Meraih Masa Depan di Perguruan Tinggi (Suatu Kajian Psikologis)
Andik Matulessy
Diberikan dalam Diskusi Siswa-Siswi SMUTAG Surabaya,7 April 2006
PENDAHULUAN
Alkisah, John F. Kennedy setelah dilantik menjadi Presiden termuda di USA ditanya oleh wartawan tentang hal yang paling berkesan dalam kehidupannya. Jawaban yang diberikan sangat mencengangkan bagi semua orang, dia menyatakan saat menjadi mahasiswalah yang merupakan saat-saat menyenangkan bagi dirinya. Orang banyak berfikir bahwa saat dilantik menjadi Presiden termudalah saat yang paling menyenangkan baginya. Hal ini menjadi tanda tanya yang besar kenapa begitu menyenangkan menjadi seorang mahasiswa. Selain sebutan “maha” yang dilabelkan kepada mereka, kebebasan dan ketidakterikatan pada “penyeragaman” membuat mereka lebih mampu mengekspresikan diri.
Pernyataan di atas memang tidak sepenuhnya benar, karena Pendidikan Tinggi tidak hanya memberikan ruang gerak kebebasan berekspresi saja, namun demikian ada tuntutan untuk berfikir ilmiah, karena menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi berarti masuk pada komunitas ilmiah yang dituntut untuk memberikan pandangan atau mengkritisi sesuatu dengan dasar atau pijakan ilmiah, tidak hanya berdasarkan emosionalitas.
Oleh karena itu belajar di Perguruan Tinggi berarti mengajak kita untuk lebih bijak dalam menganalisis berbagai fenomena di sekitar kita, selain itu membiasakan diri untuk selalu terbuka pada verifikasi atau kritik. Sebagai mahasiswa seharusnya tidak lagi bersikap seperti robot, yang senantiasa menunggu “perintah” untuk mengejawantahkan materi kuliah yang diberikan oleh para dosennya. Kegiatan perkuliahan tidak lagi kaku, komunikasi searah, tanpa diskusi panjang, tanpa ada adu argumentasi di antara mahasiswa itu sendiri atau mahasiswa dengan dosen. Setiap mahasiswa harus aktif mengkonfirmasi atau mencari tahu lebih banyak tentang materi perkuliahan, tidak selalu patuh pada informasi yang diberikan atau terbelenggu kekritisannya oleh sikap otoritasn dosen. Selain itu daya kritis mahasiswa tidak hanya terbatas wacana sederhana tapi harus didasari oleh pijakan ilmiah yang didapatkan dari pemahaman berbagai sumber bacaan atau hasil penelitian terkini yang banyak dituliskan pada berbagai jurnal ilmiah. Hal tersebut karena salah satu cara mendapatkan kompetensi sebagai lulusan perguruan tinggi yang ideal adalah kegairahan kita untuk menelusuri berbagai tulisan atau deskripsi ilmiah sebagai bentuk dari keanggotaan seseorang pada lingkup komunitas ilmiah.
Menemukan Pemimpin Perusahaan yang Ideal di Saat Krisis
Andik Matulessy
Analisis Dampak Psikologis Kebijakan Pemerintah ORDE BARU dan ORDE REFORMASI Terhadap Pimpinan Perusahaan
“There are no great men. There are only great chalenges which ordinary men are forced by circumtances to meet “ (Admiral Halsey)
PENDAHULUAN
Sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945 bahwa dalam perekonomian nasional yang terwujud dalam pembangunan nasional seharusnya berorientasi kerakyatan. Hal tersebut berarti program-program pembangunan harus mengedepankan pada kepentingan rakyat, meningkatkan peran aktif rakyat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. Secara lebih luas lagi hasil-hasil pembangunan seharusnyalah memenuhi kebutuhan mendasar bagi masyarakat secara adil, makmur dan merata.
Operasionalisasi dari konsep pembangunan pada masa Orde Baru tersebut diterjemahkan dalam bentuk pembangunan dari atas (Development from Above), yakni menekankan pada pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, terutama sektor-sektor perkotaan dengan konsentrasi pada industri padat modal, dan didominasi oleh program-program dan proyek-proyek yang berteknologi tinggi dan besar atau raksasa.
Selain itu konsep pembangunan dari atas sebenarnya didasari oleh strategi divergen-konvergen, artinya pada saat awal pasti akan muncul perbedaan pendapatan yang amat besar antara sektor industri daerah dan perkotaan. Namun demikian setelah berbagai kegiatan ekonomi besar sudah menampilkan kesuksesan diharapkan terjadi trickle down effect dan spread effect yang akan membawa pada pemerataan ekonomi di sektor pertanian dan desa atau daerah. Namun demikian kenyataannya pemunculan proses perubahan tersebut membutuhkan waktu yang lama sampai berpuluh-puluh tahun. Akhirnya pola-pola pembangunan yang bersumber dari atas seperti itu memunculkan berbagai dampak negatif (Soelistyo,1997), yaitu: Ketergantungan yang semakin besar kepada negara-negara maju maupun pada kelompok perusahaan-perusahaan multinasional; Dominasi yang abadi dari satu atau beberapa kota besar, padahal kota-kota tersebut justru mempunyai permasalahan dasar yang berupa pengangguran, khususnya pengangguran terselubung; Meningkatnya ketimpangan distribusi pendapatan; Merebaknya kekurangan makanan pokok yang terus menerus terjadi dan bahkan semakin lama semakin besar jumlahnya; serta Semakin memburuknya kondisi perekonomian di pedesaan.
Selain itu program pembangunan yang “terlalu” menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi & stabilitas nasional yang mantap untuk mengamankan pembangunan ternyata cenderung “melupakan” konsep pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang bisa langsung dinikmati oleh masyarakat. Akibatnya akan terjadi suatu proses perjalanan ekonomi Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh kelompok birokrat dan orang-orang atau kelompok yang bisa “dekat” dengan birokrat. Akibatnya porsi pembangunan sebagian besar diambil oleh konglomerat kelas kakap yang notabene dekat dengan birokrasi kekuasaan. Walaupun program-program debirokratisasi sudah dicanangkan pemerintah, tapi kenyataan yang ada adalah masih tingginya kerjasama para pengusaha besar dan birokrasi.
Hal tersebut di atas seperti yang diungkapkan oleh Prof.Dr. Prijono Tjiptoherijanto (Jawa Pos, 4 Mei 2000), bahwa pengutamaan pada kelompok tertentu dalam peningkatan pembangunan telah menimbulkan ketimpangan struktur dunia usaha, terlihat dari kenyataan sebagian besar ekonomi terpusat pada sebagian masyarakat yang memiliki akses untuk memperoleh berbagai kemudahan dari pemerintah. Terpusatnya kekuatan ekonomi pada kelompok yang sesungguhnya tidak memiliki daya saing telah mengakibatkan rapuhnya landasan perekonomian nasional. Distribusi pendapatan yang kurang merata tsb menimbulkan kesejangan sosial ekonomi yang terkenal dengan poros trisula yakni militer---birokrasi---konglomerat yang memiliki hubungan dekat dengan poros nasional.
Selamat Datang
Selamat datang di website pribadi saya. Semoga website ini dapat berguna bagi mahasiswa saya khususnya dan bagi seluruh masyarakat pada umumnya. Amin...